Rabu, 26 Desember 2012
Aurora
Konon kata mbah-mbah yang meneliti ionosfer, fenomena alam di
atmosfer atas yang pertama kali teramati adalah aurora. Itu lho
munculnya sinar warna-warni yang bentuknya macam-macam. Ada yang
lengkung, garis, seperti lembaran, dll yang terlihat pada malam hari di
angkasa. Menurut legenda-legenda Yunani dan Cina, aurora itu dianggap
sebagai penampakan dari dewa/penguasa alam semesta.
Aurora sendiri sebenarnya sudah bikin penasaran orang sejak tahun 1500 an. Beberapa teori tentang aurora diberikan oleh beberapa ahli. Edmund Halley yang sukses memprediksi kemunculan komet pernah memberi teori bahwa aurora itu uap air encer yang tersublimasi oleh pemanasan yang dengannya terkandung juga sulfur yang akan menghasilkan kilauan sinar warna-warni di atmosfer. Tahun 1746, Leonard Euler (Swiss) menyatakan bahwa aurora adalah partikel dari atmosfer bumi yang melampaui ambang batasnya akibat cahaya matahari dan selanjutnya naik ke ketinggian beberapa ribu mil. Di daerah kutub partikel-partikel ini tidak akan terdispersi akibat perputaran bumi. Orang ketiga yang berusaha menjelaskan tentang aurora adalah Benjamin Franklin. Pak Benjamin mengatakan bahwa aurora berkaitan dengan sirkulasi di atmosfer. Lebih lanjut Pak Ben menjelaskan bahwa atmosfer di daerah kutub lebih tebal/berat dan lebih rendah dibandingkan dengan di daerah ekuator karena gaya sentrifugalnya (gaya akibat rotasi) lebih kecil. Elektrisitas (kelistrikan) yang dibawa awan ke daerah kutub tidak akan dapat menembus es sehingga akan terputus melewati atmosfer bawah kemudian ruang hampa menuju ke ekuator. Elektrisitas akan kelihatan lebih kuat di daerah lintang tinggi dan sebaliknya di lintang rendah. Hal itulah yang akan tampak sebagai Aurora Borealis. Sebenarnya selama seratus lima puluh tahun terakhir banyak teori lain tentang aurora ini, antara lain bahwa aurora terjadi karena pemantulan sinar matahari oleh partikel-partikel es, pemantulan sinar matahari oleh awan, uap air yang mengandung sulfur, pembakaran udara yang mudah terbakar, pancaran partikel magnetik, debu meteor yang terbakar akibat gesekan dengan atmosfer, thunderstorm, listrik yang timbul antara dua kutub magnet bumi, dll.
Sekitar tahun 1800 an karakteristik aurora mulai diketahui. Seorang ilmuwan Inggris bernama Cavendish berhasil menghitung ketinggian aurora yaitu antara 52 s.d 71 mil (83 km s.d 113,6 km). Tahun 1852 diketahui bahwa ada hubungan antara aktivitas geomagnet, aurora, dan sunspot dimana frekuensi dan amplitudo ketiganya berfluktuasi dengan periode yang hampir sama yaitu 11 tahunan. Tahun 1860, Elias Loomis berhasil membuat diagram yang menunjukkan daerah dengan kejadian aurora paling banyak. Dari temuannya itu diketahui bahwa ternyata aurora berhubungan dengan medan magnet bumi. Angstrom, seorang ilmuwan Swedia, pada tahun 1867 berhasil melakukan pengukuran spektrum-spectrum dari aurora. Penelitian tentang aurora semakin menemukan titik terang ketika seorang fisikawan Inggris J.J. Thomson berhasil menemukan elektron dan fisikawan Swedia Kristian Birkeland menyatakan bahwa aurora disebabkan oleh sinar dari elektron yang diemisikan matahari. Ketika elektron-elektron itu sampai ke bumi akan dipengaruhi oleh medan magnet bumi, dan terbawa ke daerah lintang tinggi dan terjadilah aurora.
(Courtesy : science.nasa.gov ; Robert W.Schunk and Andrew F. Nagy)
Aurora sendiri sebenarnya sudah bikin penasaran orang sejak tahun 1500 an. Beberapa teori tentang aurora diberikan oleh beberapa ahli. Edmund Halley yang sukses memprediksi kemunculan komet pernah memberi teori bahwa aurora itu uap air encer yang tersublimasi oleh pemanasan yang dengannya terkandung juga sulfur yang akan menghasilkan kilauan sinar warna-warni di atmosfer. Tahun 1746, Leonard Euler (Swiss) menyatakan bahwa aurora adalah partikel dari atmosfer bumi yang melampaui ambang batasnya akibat cahaya matahari dan selanjutnya naik ke ketinggian beberapa ribu mil. Di daerah kutub partikel-partikel ini tidak akan terdispersi akibat perputaran bumi. Orang ketiga yang berusaha menjelaskan tentang aurora adalah Benjamin Franklin. Pak Benjamin mengatakan bahwa aurora berkaitan dengan sirkulasi di atmosfer. Lebih lanjut Pak Ben menjelaskan bahwa atmosfer di daerah kutub lebih tebal/berat dan lebih rendah dibandingkan dengan di daerah ekuator karena gaya sentrifugalnya (gaya akibat rotasi) lebih kecil. Elektrisitas (kelistrikan) yang dibawa awan ke daerah kutub tidak akan dapat menembus es sehingga akan terputus melewati atmosfer bawah kemudian ruang hampa menuju ke ekuator. Elektrisitas akan kelihatan lebih kuat di daerah lintang tinggi dan sebaliknya di lintang rendah. Hal itulah yang akan tampak sebagai Aurora Borealis. Sebenarnya selama seratus lima puluh tahun terakhir banyak teori lain tentang aurora ini, antara lain bahwa aurora terjadi karena pemantulan sinar matahari oleh partikel-partikel es, pemantulan sinar matahari oleh awan, uap air yang mengandung sulfur, pembakaran udara yang mudah terbakar, pancaran partikel magnetik, debu meteor yang terbakar akibat gesekan dengan atmosfer, thunderstorm, listrik yang timbul antara dua kutub magnet bumi, dll.
Sekitar tahun 1800 an karakteristik aurora mulai diketahui. Seorang ilmuwan Inggris bernama Cavendish berhasil menghitung ketinggian aurora yaitu antara 52 s.d 71 mil (83 km s.d 113,6 km). Tahun 1852 diketahui bahwa ada hubungan antara aktivitas geomagnet, aurora, dan sunspot dimana frekuensi dan amplitudo ketiganya berfluktuasi dengan periode yang hampir sama yaitu 11 tahunan. Tahun 1860, Elias Loomis berhasil membuat diagram yang menunjukkan daerah dengan kejadian aurora paling banyak. Dari temuannya itu diketahui bahwa ternyata aurora berhubungan dengan medan magnet bumi. Angstrom, seorang ilmuwan Swedia, pada tahun 1867 berhasil melakukan pengukuran spektrum-spectrum dari aurora. Penelitian tentang aurora semakin menemukan titik terang ketika seorang fisikawan Inggris J.J. Thomson berhasil menemukan elektron dan fisikawan Swedia Kristian Birkeland menyatakan bahwa aurora disebabkan oleh sinar dari elektron yang diemisikan matahari. Ketika elektron-elektron itu sampai ke bumi akan dipengaruhi oleh medan magnet bumi, dan terbawa ke daerah lintang tinggi dan terjadilah aurora.
(Courtesy : science.nasa.gov ; Robert W.Schunk and Andrew F. Nagy)
Gangguan Lapisan Ionosfer
Gangguan di lapisan ionosfer ada dua yang utama yaitu :
1. Sudden Ionospheric Disturbances (SID)
Gangguan yang terjadi di lapisan ionosfer akibat pengaruh aktivitas matahari (solar flare dan CME).
Akan mencapai bumi setelah 8,3 menit dari kejadian flare. Durasinya 10 menit s.d. 1 jam.
Akan terjadi peningkatan penyerapan di lapisan D pada daerah yang mengalami siang hari. Kerapatan elektron di lapisan ionosfer bawah mengalami peningkatan.
1a. Short Wave Fadeout (SWF).
Saat terjadi flare, kerapatan elektron lapisan D akan meningkat dan penyerapan juga meningkat sehingga LUF pun akan naik. Jadi frekuensi gelombang radio HF rendah akan mengalami gangguan dari orde 10 menit sampai 1 atau 2 jam. Bahkan ketika absorpsinya sangat kuat, seluruh frekuensi akan tertutup sehingga terjadi apa yang disebut Short Wave Blackout (SWB).
1b. Sintilasi
Sintilasi berupa gangguan pada amplitude, phase, dan atau polarisasi sinyal satelit yang terjadi secara cepat dan acak yang disebabkan oleh adanya ketidakteraturan kerapatan elektron skala kecil. Akibatnya terjadi fading dan penyimpangan data. Efek sintilasi cenderung bersifat local. Di lintang rendah dampaknya akan berupa kehilangan sinyal yang dipancarkan satelit tertentu.
Sintilasi terjadi secara significant pada rentang 20o (LU/LS) di ekuator geomagnet. Sesaat setelah matahari terbenam dan sesudah tengah malam adalah saat sintilasi terkuat terjadi. Akan lebih kuat lagi bila aktivitas matahari sedang meningkat.
2. Polar Cap Absorption (PCA)
Dampaknya akan mencapai bumi setelah 15 menit s.d beberapa jam dari terjadinya flare, dengan durasi 1-2 hari, bahkan kadang-kadang sampai beberapa hari.
PCA akan meningkatkan absorpsi di lapisan D, terutama di wilayah kutub.
3. Badai Ionosfer
Badai ionosfer terjadi sesaat setelah terjadi CME. Peningkatan partikel akibat CME akan menyebabkan terjadi gelombang kejut pada angin surya, sehingga partikel yang dipengaruhi medan magnet matahari tersebut akan mengikuti lintasan spiral menjauhi matahari. Badai ionosfer dampaknya akan mencapai bumi setelah 20-40 jam, dengan durasi 2-5 hari.
Dampak badai ionosfer berupa peningkatan absorpsi di lapisan D, penurunan Maximum Usable Frequency (MUF) di lapisan F2, terjadinya aurora di lintang tinggi, serta terjadinya E sporadis (Es).
4. Traveling Ionosphere Disturbances (TID)
Dikenal juga dengan istilah gelombang gravitas akustik, yang menjalar horizontal di lapisan F ionosfer. Terlihat sebagai suatu arus/aliran yang besar yang memiliki skala menyamping sampai ratusan km. TID akan menyebabkan osilasi kerapatan elektron dari beberapa menit sampai beberapa jam. Akibatnya ketinggian pembiasan dan MUF bervariasi secara cepat. Dampak terhadap KOMRAD biasanya tidak terlalu serius. TID terbesar terjadi di wilayah zona aurora (kutub), kemudian menjalar ke wilayah ekuator. Proses cuaca di permukaan seperti thunderstorm akan menyebabkan peredaman terhadap TID.
Selain keempat gangguan ada dua gangguan lagi yang sifatnya transien yaitu E sporadis (Es) dan spread F. Akan dibahas berikutnya.
Catatan : Sebagian besar gambar bersumber dari NASA
Mesosfer = Lapisan Atmosfer Terdingin, Tapi Membakar Meteor?
Sudah ada mesosfer setebal 20 kilometer, eh masih banyak juga meteor-meteor yang nyelonong
menyambangi permukaan bumi kita seperti di Teluk Bone dan Duren Sawit
(Jakarta) baru-baru ini. Gimana kalau nggak ada sama sekali ya.. wah
pastinya kehidupan di bumi ga mungkin ada. By the way, ngerasa aneh ga
sih, geosciensters, bukannya mesosfer itu lapisan terdingin dengan suhu sampai -100°C, tapi kok bisa “membakar” meteor?
Sebenarnya ini ga aneh loh, geosciensters. Jawabannya: gesekan.
Pernah kan, waktu udara dingin, kamu menggosokkan kedua telapak tanganmu biar hangat? Begitu jugalah cara kerja mesosfer. Mesosfer memiliki cukup densitas untuk “menggosok” meteor-meteor yang masuk ke bumi sampai terbakar. Apalagi meteor-meteor itu jatuh bebas dengan kecepatan yang luar biasa, bisa dibayangkan gaya geseknya besar sekali!
Pernah kan, waktu udara dingin, kamu menggosokkan kedua telapak tanganmu biar hangat? Begitu jugalah cara kerja mesosfer. Mesosfer memiliki cukup densitas untuk “menggosok” meteor-meteor yang masuk ke bumi sampai terbakar. Apalagi meteor-meteor itu jatuh bebas dengan kecepatan yang luar biasa, bisa dibayangkan gaya geseknya besar sekali!
Pertanyaannya: mengapa yang membakar meteor bukan lapisan termosfer saja, yang jauh lebih panas?
Sebenarnya, termosfer dan eksosfer itu tidak sepanas yang diberitakan!
Kalau kamu membawa thermometer biasa ke atas sana dan mengukur suhunya, kamu akan dapatkan hasil pengukuran yang super dingin! Kok bisa?
Kalau kamu membawa thermometer biasa ke atas sana dan mengukur suhunya, kamu akan dapatkan hasil pengukuran yang super dingin! Kok bisa?
Seperti
yang kamu tahu, makin panas suatu zat, maka gerak partikelnya semakin
cepat. Partikel-partikel udara di termosfer bagian tengah sampai
eksosfer bergerak sangat cepat, secepat partikel yang bersuhu ratusan
derajat Celcius. Tapi, udara disana tipiiiiiiis sekali
dengan jumlah partikel sangat sedikiiiiiiit. Padahal kebanyakan energy
yang diserap thermometer atau dirasakan oleh kulit/meteor berasal dari
konduksi. Jadi, walaupun suhu partikel udaranya tinggi sekali, tetapi jumlahnya terlalu sedikit sehingga suhu lingkungannya rendah sekali. Begitu… Jadi meteor sih aman-aman saja melewati eksosfer dan termosfer yang “hot” sampai akhirnya dihadang si mesosfer yang “cool” . Hehehe.
Mesosfer
itu ibarat pedang bermata dua (bagi manusia sih). Di satu sisi dia
berjasa melindungi bumi dari bombardir meteor, tapi di sisi lain
mesosfer bisa juga membakar pesawat luar angkasa yang kita luncurkan
dengan biaya jutaan dolar. Solusinya? perlindungan ekstra. Badan pesawat
ulang-alik/satelit dilapisi bahan-bahan yang tahan panas, seperti
berilium, tungsten, karbon-karbon reinforsi,dan karbon ablatif sehingga
tahan dari gaya gesek nan hot dari mesosfer.
Mengapa Gejala Cuaca Terjadi di Lapisan Troposfer
Gejala cuaca seperti awan, petir, topan, badai, hujan terjadi pada troposfer. Karena pada lapisan tersebut terdapat terjadi penurunan suhu, dimana lapisan troposfer menyerap sedikit radiasi gelombang pendek matahari,sementara permukaan tanah memberikan panas pada lapisan troposfer yang ada di atasnya baik melalui konduksi, konveksi, adveksi, turbulensi, serta ada proses kondensasi dan sublimasi yang dilepaskan oleh uap air atmosfer.
Konduksi adalah proses pemanasan secara merambat atau bersinggungan.
Konveksi adalah : proses pemanasan secara vertikal.
Adveksi adalah : proses pemanasan secara horizontal.
Turbulensi adalah : proses pemanasan secara tidak beraturan.
Kondensasi adalah : proses pendinginan yang mengubah wujud uap air menjadi air.
Sublimasi adalah : proses perubahan wujud es menjadi uap air.
Ciri – ciri lapisan troposfer :
- Pertukaran panas banyak terjadi pada troposfer bawah, sehingga suhu turun dengan bertambahnya ketinggian pada situasi meteorologi, ilmu tentang cuaca. Nilainya berkisar antara 0,5°C dan 1°C tiap 100 meter dengan rata-rata 0,65°C tiap 100 meter. Di wilayah dataran rendah setiap kenaikan 100 meter, suhu akan mengalami penurunan 0,5° C.
- Udara troposfer atas sangat dingin sehingga lebih berat dibandingkan dengan udara di atas tropopause yang menyebabkan udara troposfer tidak dapat menembus tropopause.
- Ketinggian tropopause lebih besar di ekuator daripada di daerah kutub. Di ekuator, tropopause terletak pada ketinggian 18 km dengan suhu -80°C. Sedangkan di kutub tropopause hanya mencapai ketinggian 6 km dengan suhu -40°C. Tropopause adalah lapisan udara yang terdapat di antara troposfer dengan stratosfer.
Jumat, 14 Desember 2012
Tahukah kamu, bagaimana pelangi terbentuk?
Pelangi terbentuk karena pembiasan sinar matahari oleh tetesan air yang ada di atmosfir. Ketika sinar matahari melalui tetesan air, cahaya tersebut dibengkokkan sedemikian rupa sehingga membuat warna-warna yang ada pada cahaya tersebut terpisah. Tiap warna dibelokkan pada sudut yang berbeda, dan warna merah adalah warna yang paling terakhir dibengkokkan, sedangkan ungu adalah yang paling pertama. Fenomena ini yang kita lihat sebagai pelangi.
sumber : http://www.ceritakecil.com/ilmu-pengetahuan-dasar/artikel/Bagaimana-pelangi-terbentuk-2
Pengertian Atmosfer/Atmosfir, Komposisi, Fungsi/Manfaat Atmosfer Bumi
A. Arti Definisi/Pengertian Atmosfer (Atmosfir)
Atmosfer adalah lapisan udara yang terdiri dari campuran berbagai gas yang menyelimuti suatu planet baik planet bumi, merkurius, mars, jupiter, uranus, saturnus, venus, neptunus dan lain-lain. Atmosfer ada di sekeliling kita mulai dari permukaan tanah hingga jauh di angkasa sana.
B. Komponen Penyusun/Kandungan/Komposisi Atmostfer (Atmosfir) Bumi
- Nitrogen (N^2) : 78.08%
- Oksigen (O^2) : 20.95%
- Argon (Ar) : 0.93%
- Karbondioksida (CO^2) : 0.035%
- Neon (Ne) : 0.0018%
- Methan (CH^4) : 0.00017%
- Helium (He) : 0.0005%
- Hidrogen (H^2) : 0.000009%
- Xenon (Xe) : 0.000004%
C. Manfaat/Fungsi Lapisan Atmosfer (Atmosfir) Bumi
1. Melindungi bumi dari benda-benda angkasa yang jatuh ke bumi karena terkena gaya gravitasi bumi.
2. Melindungi bumi dari radiasi ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dengan lapisan ozon.
3. Mengandung gas-gas yang dibutuhkan manusia, hewan dan tumbuhan untuk bernafas dan untuk keperluan lainnya seperti oksigen, nitrogen, karbon dioksida, dan lain sebagainya.
4. Media cuaca yang mempengaruhi awan, angin, salju, hujan, badai, topan, dan lain-lain.
sumber : http://organisasi.org/pengertian-atmosfer-atmosfir-komposisi-fungsi-manfaat-atmosfer-bumi
Atmosfer adalah lapisan udara yang terdiri dari campuran berbagai gas yang menyelimuti suatu planet baik planet bumi, merkurius, mars, jupiter, uranus, saturnus, venus, neptunus dan lain-lain. Atmosfer ada di sekeliling kita mulai dari permukaan tanah hingga jauh di angkasa sana.
B. Komponen Penyusun/Kandungan/Komposisi Atmostfer (Atmosfir) Bumi
- Nitrogen (N^2) : 78.08%
- Oksigen (O^2) : 20.95%
- Argon (Ar) : 0.93%
- Karbondioksida (CO^2) : 0.035%
- Neon (Ne) : 0.0018%
- Methan (CH^4) : 0.00017%
- Helium (He) : 0.0005%
- Hidrogen (H^2) : 0.000009%
- Xenon (Xe) : 0.000004%
C. Manfaat/Fungsi Lapisan Atmosfer (Atmosfir) Bumi
1. Melindungi bumi dari benda-benda angkasa yang jatuh ke bumi karena terkena gaya gravitasi bumi.
2. Melindungi bumi dari radiasi ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dengan lapisan ozon.
3. Mengandung gas-gas yang dibutuhkan manusia, hewan dan tumbuhan untuk bernafas dan untuk keperluan lainnya seperti oksigen, nitrogen, karbon dioksida, dan lain sebagainya.
4. Media cuaca yang mempengaruhi awan, angin, salju, hujan, badai, topan, dan lain-lain.
sumber : http://organisasi.org/pengertian-atmosfer-atmosfir-komposisi-fungsi-manfaat-atmosfer-bumi
Langganan:
Postingan (Atom)