
Konon kata mbah-mbah yang meneliti ionosfer, fenomena alam di
atmosfer atas yang pertama kali teramati adalah aurora. Itu lho
munculnya sinar warna-warni yang bentuknya macam-macam. Ada yang
lengkung, garis, seperti lembaran, dll yang terlihat pada malam hari di
angkasa. Menurut legenda-legenda Yunani dan Cina, aurora itu dianggap
sebagai penampakan dari dewa/penguasa alam semesta.
Aurora
sendiri sebenarnya sudah bikin penasaran orang sejak tahun 1500 an.
Beberapa teori tentang aurora diberikan oleh beberapa ahli. Edmund
Halley yang sukses memprediksi kemunculan komet pernah memberi teori
bahwa aurora itu uap air encer yang tersublimasi oleh pemanasan yang
dengannya terkandung juga sulfur yang akan menghasilkan kilauan sinar
warna-warni di atmosfer. Tahun 1746, Leonard Euler (Swiss) menyatakan
bahwa aurora adalah partikel dari atmosfer bumi yang melampaui ambang
batasnya akibat cahaya matahari dan selanjutnya naik ke ketinggian
beberapa ribu mil. Di daerah kutub partikel-partikel ini tidak akan
terdispersi akibat perputaran bumi. Orang ketiga yang berusaha
menjelaskan tentang aurora adalah Benjamin Franklin. Pak Benjamin
mengatakan bahwa aurora berkaitan dengan sirkulasi di atmosfer. Lebih
lanjut Pak Ben menjelaskan bahwa atmosfer di daerah kutub lebih
tebal/berat dan lebih rendah dibandingkan dengan di daerah ekuator
karena gaya sentrifugalnya (gaya akibat rotasi) lebih kecil.
Elektrisitas (kelistrikan) yang dibawa awan ke daerah kutub tidak akan
dapat menembus es sehingga akan terputus melewati atmosfer bawah
kemudian ruang hampa menuju ke ekuator. Elektrisitas akan kelihatan
lebih kuat di daerah lintang tinggi dan sebaliknya di lintang rendah.
Hal itulah yang akan tampak sebagai Aurora Borealis. Sebenarnya selama
seratus lima puluh tahun terakhir banyak teori lain tentang aurora ini,
antara lain bahwa aurora terjadi karena pemantulan sinar matahari oleh
partikel-partikel es, pemantulan sinar matahari oleh awan, uap air yang
mengandung sulfur, pembakaran udara yang mudah terbakar, pancaran
partikel magnetik, debu meteor yang terbakar akibat gesekan dengan
atmosfer, thunderstorm, listrik yang timbul antara dua kutub magnet
bumi, dll.
Sekitar
tahun 1800 an karakteristik aurora mulai diketahui. Seorang ilmuwan
Inggris bernama Cavendish berhasil menghitung ketinggian aurora yaitu
antara 52 s.d 71 mil (83 km s.d 113,6 km). Tahun 1852 diketahui bahwa
ada hubungan antara aktivitas geomagnet, aurora, dan sunspot dimana
frekuensi dan amplitudo ketiganya berfluktuasi dengan periode yang
hampir sama yaitu 11 tahunan. Tahun 1860, Elias Loomis berhasil membuat
diagram yang menunjukkan daerah dengan kejadian aurora paling banyak.
Dari temuannya itu diketahui bahwa ternyata aurora berhubungan dengan
medan magnet bumi. Angstrom, seorang ilmuwan Swedia, pada tahun 1867
berhasil melakukan pengukuran spektrum-spectrum dari aurora. Penelitian
tentang aurora semakin menemukan titik terang ketika seorang fisikawan
Inggris J.J. Thomson berhasil menemukan elektron dan fisikawan Swedia
Kristian Birkeland menyatakan bahwa aurora disebabkan oleh sinar dari
elektron yang diemisikan matahari. Ketika elektron-elektron itu sampai
ke bumi akan dipengaruhi oleh medan magnet bumi, dan terbawa ke daerah
lintang tinggi dan terjadilah aurora.
(Courtesy : science.nasa.gov ; Robert W.Schunk and Andrew F. Nagy)


(Courtesy : science.nasa.gov ; Robert W.Schunk and Andrew F. Nagy)
0 komentar:
Posting Komentar